Penjaga Toilet bawah tanah, Yoyok (45) menunjukkan larangan mandi di dalam WC pria, Senin (15/6/2020). (foto: Suara.com) |
Keluh kesah itu disampaikan Yoyok, pria asal Gondomanan, Kota Yogyakarta yang telah bertugas selama dua tahun menjaga toilet umum tersebut. Di tengah wabah Covid-19, kata dia, tak banyak wisatawan yang berlibur ke Yogyakarta. Dampaknya, fasilitas publik yang digarap Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP-ESDM) DIY itu sepi.
Setidaknya hal itu dibenarkan oleh penjaga toilet yang kini disebut-sebut sebagai toilet bertaraf internasional. Semenjak toilet diresmikan pada Februari 2018 silam, laki-laki 45 tahun ini sudah menjaga toilet tersebut hingga kini.
"Hampir dua tahun saya bekerja di sini. Alhamdulilah, pekerjaan ini bisa menghidupi keluarga di rumah. Ya saya syukuri meski hanya sebagai penjaga," kata Yoyok ditemui SuaraJogja.id, Senin (15/6/2020).
Pembangunan toilet Titik Nol Jogja ini menelan biaya sekitar Rp5,8 miliar. Dibangun selama 10 bulan, mulai awal Maret hingga berakhir Desember 2017, toilet ini masih tampak gagah. Tembok berbahan marmer makin menambah kesan kemewahan dari fasilitas ini. Meja di lobi utama yang cantik juga tak mau kalah dengan meja resepsionis sebuah hotel.
"Jadi rutin kami bersihkan tiap hari, baik dari tangga, meja lobi, kamar mandi, lantai hingga kamar laktasi dan toilet khusus untuk difabel. Petugas di sini ada enam orang dan dibagi per sif satu orang," ucapnya, sembari tersenyum ramah.
Jam operasional toilet dibuka mulai pukul 08.00-20.00 WIB selama wabah Covid-19. Di hari biasa, toilet itu bisa digunakan hingga pukul 11 malam.
"Sebelum Covid-19 yang datang bisa sampai 1.000 orang. Itu wisatawan dan masyarakat sekitar nol kilometer, tapi sekarang sehari mungkin cuma 25-40 orang. Kebanyakan warga sekitar nol kilometer," kata Yoyok.
Yoyok tak memungkiri, dari ribuan orang yang datag, masih banyak wisatawan yang belum bisa menjaga kebersihan saat menggunakan fasilitas gratis ini. Kerap kali ia menemui warga yang tak membuang sampah di tempat yang disediakan.
"Bahkan saat momen akhir tahun atau liburan, tisu itu bisa berserakan ke mana-mana. Jadi meski gratis mereka tidak mau saling menjaga kebersihan. Bahkan larangan untuk mandi tak mereka taati, masih ada saja yang mandi," keluh Yoyok.
Berlokasi di bawah tanah, Yoyok tak menampik, toilet mewah yang memiliki enam kamar mandi pria dan 12 kamar mandi wanita itu menyimpan cerita mistis yang menyelimutinya. Meski tak kerap menampakkan diri, makhluk tak kasat mata yang disebut-sebut sosok perempuan itu seringkali 'mengusili' wisatawan dan Yoyok selaku penjaga.
"Ya karena kita hidup berdampingan menurut saya itu wajar, tapi ketika ramai wisatawan makhluknya biasa saja. Pernah ada pengunjung sampai lari terbirit-birit karena ditunjukkan makhluk itu, tapi saya sendiri belum sempat ditampakkan," katanya.
Yoyok menuturkan, suara tanpa wujud menjadi hal yang lumrah menemaninya ketika kerja. Meski membuatnya merinding, ia tak mau terlalu menggubrisnya.
"Biasa hal itu, cuma tidak perlu ditanggapi. Toilet ini kan fasilitas publik, jadi siapa saja boleh datang, termasuk mbak-mbak itu," kelakarnya.
Dua tahun menjadi penjaga toilet bawah tanah, Yoyok mengaku menikmati pekerjaannya ini. Meski terkadang dihinggapi rasa jenuh, ia sering melakukan berbagai hal agar mengusir kejenuhannya.
Selama itu tak mengganggu 'mbak-mbak' tak kasat mata di toilet tersebut, tak jadi masalah baginya.
Sumber: Suara.com